Saturday, June 22, 2013

Reproduksi

      Seperti kita tahu bahwa  hampir semua spesies makhluk hidup di dunia terbagi menjadi laki-laki dan perempuan (atau jantan dan betina). Terutama untuk kelompok mamalia, penentuan gender ini tergantung pada keberadaan sebuah kromosom yakni kromosom seks Y. Keberadaan kromosom Y ini akan menghasilkan fenotip laki-laki. Gen-gen yang terletak dalam kromosom Y akan menyebabkan diferensiasi seks primer antara laki-laki dan perempuan pada saat perkembangan embriologi.   
      Di samping kromosom seks, terdapat pula hormon seks yang juga memiliki peran dalam perkembangan seks sekunder baik pada pria maupun wanita. Hormon seks yang dimaksud adalah androgen dan estrogen. Meskipun pria dan wanita memiliki kedua hormon ini, kadar hormon dalam tubuh mereka berbeda. Pada pria biasanya memiliki kadar androgen yang lebih tinggi sedangkan wanita memiliki kadar estrogen yang lebih tinggi. Selain kedua hormon ini ditemukan juga hormon progesteron baik pada pria maupun wanita.

Kromosom seks
      Seperti sudah dibahas sebelumnya bahwa penentu seks utama antara laki-laki dan wanita adalah kromosom seks. Dari hasil karyotyping, akan ditemukan bahwa laki-laki memiliki kromosom XY sedangkan pada wanita memiliki kromosom XX. Khusus pada wanita, dikarenakan memiliki 2 kromosom X maka dengan suatu mekanisme yang belum diketahui salah satu dari kromosom X ini akan mengecil (menjadi inaktif) dan membentuk barr body (pada sel somatic) atau drumstick (pada PMN).
      Pada kromosom seks Y terdapat suatu area yang disebut SRY (sex-determining region of Y chromosome). Gen SRY terletak pada ujung dari lengan pendek kromosom Y. Gen SRY mengkode faktor transkripsi yang berperan dalam mengatur sintesis MIS (Mullerian Inhibiting Substace). MIS inilah yang nantinya berperan dalam diferensiasi seks. Dikarenakan letak daripada gen SRY yang terdapat diujung, pada proses translokasi dapat terjadi kesalahan menyebabkan gen ini terbawa ke kromosom X. Kelainan ini disebut dengan istilah XX-male syndrome, suatu keadaan dimana seseorang memiliki fenotip laki-laki namun memiliki kromosom wanita XX.

Perkembangan genital
      Sekitar minggu ke-6, gender daripada janin manusia masih belum dapat ditentukan. Sekitar minggu ke-7 sampai ke-8 genital janin baru mulai berkembang. Pada awalnya janin manusia memiliki gonad dan duktus genital primordial. Gonad pada janin tersusun atas 2 bagian: korteks dan medulla. Demikian juga dengan duktus genital primordialnya, yakni: duktus mullerian dan duktus wolfian. Pada janin laki-laki bagian medulla dari gonad akan berkembang menjadi testis dan bagian korteksnya akan mengalami degradasi. Sedangkan pada wanita, bagian yang berkembang adalah korteks dari duktus membentuk ovarium dan bagian medulla akan mengalami degradasi.
      Pada janin laki-laki, bagian dari medulla akan berkembang membentuk testis dan kemudian sel Sertoli dan Leydig akan mulai muncul dan mulai mensekresikan testosteron (sel Leydig) dan MIS (sel Sertoli). MIS, sesuai dengan namanya, nantinya akan bekerja pada duktus mullerian dengan menghambat pertumbuhannya dan mengalami degradasi dengan merangsang apoptosis, sehingga pada janin laki-laki duktus yang berkembang adalah duktus wolfian. Duktus ini nantinya akan berkembang membentuk epididymis dan vas deferens. Testosteron yang dihasilkan sel Leydig berperan dalam perkembangan duktus wolfian dalam membentuk epididymis dan vas deferens. Selain itu, testosterone yang dihasilkan juga akan diubah menjadi dihidrotestosteron (DHT) yang merangsang pertumbuhan genital eksterna. Pertumbuhan genital eksterna ini menyebabkan tertutupnya urogenital slit dan kemudian terbentuk penis.
      Pada janin wanita, bagian korteks yang berkembang akan membentuk ovarium. Dikarenakan ketiadaan MIS maka duktus mullerian akan berkembang sedangkan duktus wolfian akan mengalami degradasi. Duktus mullerian akan berkembang menjadi tuba fallopi dan uterus. Perkembangan genital eksterna pada wanita sedikit berbeda dibandingkan pada laki-laki. Pada wanita, bagian yang akan berkembang menjadi skrotum pada laki-laki, akan berkembang menjadi labia mayora. Selain itu, bagian glans penis pada laki-laki akan berkembang menjadi klitoris pada wanita, dan urogenital slit yang menutup pada laki-laki akan tetap terbuka pada wanita.

WANITA
Pubertas
      Pubertas atau adolesens merupakan fase setelah anak-anak dan sebelum dewasa. Pada fase ini terjadi berbagai perubahan-perubahan yang cukup drastis di dalam tubuh, baik fisik maupun mental. Perubahan fisik pada fase ini adalah yang paling terlihat. Perubahan-perubahan ini diperlukan untuk mempersiapkan diri wanita dalam melakukan fertilisasi dan kehamilan. Pubertas terjadi karena adanya peningkatan aktivitas sekresi GnRH (Gonadotropin Releasing Hormon) oleh hipotalamus. GnRH kemudian akan merangsang kelenjar pituitary untuk mensekresikan FSH dan LH untuk menstimulasi gonad. Pubertas tidak terjadi pada anak-anak dikarenakan rendahnya aktivitas hipotalamus dalam mensekresikan GnRH meskipun sejak anak-anak gonad mereka sudah dapat dirangsang oleh FSH dan LH.
      Pada dasarnya, proses pubertas ini dapat dibagi menjadi 3 fase: thelarce, pubarche, dan menarche. Fase thelarce adalah fase dimana pertumbuhan sex sekunder mulai terlihat seperti mulai membesarnya payudara. Fase ini diikuti dengan fase berikutnya yakni fase pubarche. Pada fase inilah dimana terjadi pertumbuhan rambut pubis, axilla, dsb. Fase pubertas yang terakhir adalah fase menarche dimana pada fase merupakan terjadinya menstruasi pertama kali pada wanita. Ciri khas dari menstruasi yang pertama ini adalah ditandai dengan tidak terjadinya ovulasi (anovulasi) dan dapat berlangsung sampai sekitar 1 tahun pertama menarche. Selain ketiga fase tersebut terdapat pula suatu fase yang disebut adrenarche. Pada fase ini terjadi maturasi seksual dini yang terjadi sekitar umur 8-12 tahun. Maturitas dini ini terjadi karena peningkatan sekresi androgen (DHEA) dari ginjal karena pertumbuhan zona retikularis.

Menstruasi
      Siklus menstruasi normalnya terjadi sekitar 28 hari namun dapat bervariasi pada setiap orang dengan kisaran 21-35 hari. Siklus menstruasi dapat dibagi menjadi 2 siklus: siklus ovarium dan siklus uterine. Pada siklus ovarium yang dilihat adalah perkembangan daripada folikel di dalam ovarium. Pada saat masih janin, wanita mempunyai sekitar 7 juta folikel primordial di dalam ovariumnya yang kemudian mengalami atrisi hingga tersisa sekitar 2 juta folikel primordial saat lahir. Dari 2 juta folikel primordial ini, sekitar 50% mengalami atrisi kembali dan sisanya 1 juta folikel primordial akan mengalami meiosis 1 namun terhenti di fase profase dan kemudian baru berlanjut ketika pubertas.
      Ketika memasuki pubertas, folikel primordial akan mengalami pembesaran dan kemudian membentuk yang disebut dengan folikel primer. Saat terbentuk folikel primer, sel-sel folikel akan membentuk lapisan-lapisan yang membungkus folikel. Lapisan ini disebut dengan theca folliculi. Lapisan theca ini dibagi menjadi 2: theca interna dan theca eksterna. Ketika sudah memiliki lapisan theca maka folikel akan disebut dengan istilah folikel sekunder. Selain lapisan theca, pada folikel sekunder juga mulai tampak adanya zona pellucida yang mengelilingi oosit. Setelah ini, di dalam folikel mulai terbentuk ruangan yang disebut dengan antrum. Selain itu terdapat pula sel-sel granulosa di sekitarnya. Sel-sel granulosa ini kemudian akan mengelilingi oosit beserta zona pellucidanya membentuk corona radiate. Pada tahap ini folikel disebut dengan folikel tersier. Setelah dari folikel tersier, folikel akan berkembanga lagi menjadi folikel de Graaf dimana oosit akan keluar dari folikel yang disebut dengan peristiwa ovulasi. Dari fase folikel primordial sampai fase folikel de Graaf, oosit yang terdapat di dalamnya disebut dengan oosit 1. Selama proses perkembangan folikel, oosit 1 akan melanjutkan proses meiosisnya yang sempat terhenti dan menyelesaikan tahap meiosis 1 tepat sebelum terjadi ovulasi. Dari meiosis 1 akan didapatkan 2 sel oosit yang memiliki 23 kromosom (haploid), namun salah satunya akan mengalami degradasi dan membentuk polar body yang pertama sedangkan oosit yang lainnya akan keluar dan disebut dengan oosit 2. Oosit 2 ini akan melanjutkan stadium meiosis 2 namun terhenti sampai fase metaphase dimana nantinya akan dilanjutkan setelah terjadi fertilisasi dan kemudian akan membentuk polar body yang kedua. Folikel de Graaf yang sudah pecah akan mengkerut dan kemudian membentuk corpus hemorrhagicum yang selanjutkannya akan menjadi corpus luteum yang kaya akan lemak. Fase folikuler berhenti sampai di sini dan selanjutnya dilanjutkan dengan fase luteal. Dalam fase luteal, corpus luteum berfungsi untuk mensekresikan progesteron untuk menjaga ketebalan endometrium. Corpus luteum hanya akan bertahan sampai 4 hari sebelum terjadi menstruasi. Jika tidak terjadi kehamilan corpus luteum kemudian mengalami degenerasi membentuk corpus albicans. Perbedaan lamanya siklus menstruasi pada setiap orang disebabkan karena perbedaan lamanya fase folikuler tadi namun fase luteal akan tetap sama yakni 14 hari.
      Fase uterina dilihat dari perkembangan ketebalan dinding rahim. Endometrium dibagi menjadi 2 lapis: stratum functionale dan stratum basale. Ketika terjadi menstruasi, bagian stratum functionale lah yang akan meluruh dan keluar sedangkan bagian stratum basale akan tetap menempel. Stratum functionale diperdarahi oleh coiled artery dan stratum functionale diperdarahi oleh basilar artery. Ketika folikel berkembang di dalam ovarium, hormon estrogen mulai mengalami peningkatan. Hormon estrogen ini merangsang penebalan stratum fucntionale yand diikuti dengan pertumbuhan kelenjar uterina dan coiled artery. Proses ini disebut dengan fase proliferative. Ketika terjadi ovulasi, kadar hormon estrogen dalam darah akan menurun dan corpus luteum akan mengeluarkan progesteron. Progesteron ini berfungsi untuk mempertahankan ketebalan endometrium agar ketika terjadi pembuahan zigot dapat melakukan implantasi. Pada fase ini, kelenjar uterina yang tadi sudah memanjang akan mulai mengeluarkan sekretnya. Fase inilah yang disebut dengan fase sekretori. Ketika corpus luteum mulai mengalami degenerasi maka kadar progesteron dalam darah akan turun dan tidak dapat mempertahankan ketebalan endometrium lagi. Coiled artery akan terjepit dan terjadi pendarahan. Karena endometrium sudah tidak dapat mempertahankan ketebalannya lagi maka endometrium akan luruh bersama dengan darah dari coiled artery dan keluar dari vagina yang dinamai dengan menstruasi.

Sintesis dan regulasi hormon
      Seperti kita tahu bahwa seluruh hormon seks tergolong ke dalam golongan hormon steroid. Hormon sex disintesis dari kolestrol yang terdapat dalam tubuh.  Hormon seks yang dibahas disini adalah androgen, estrogen dan progesteron. 
      Kolestrol akan diambil oleh sel theca interna folikel untuk diubah menjadi androgen (androstenedione). Hormon androgen ini kemudian akan dibawa ke sel granulosa untuk kemudian diubah menjadi estrogen dengan cara melakukan aromatisasi hormone androgen dengan bantuan enzim aromatase. Estrogen yang terbentuk antara lain estradiol, estriol, dan estrone dimana estradiol merupakan hormon estrogen yang paling kuat, estrone yang kedua dan estriol yang paling lemah. Progesteron juga disintesis dari kolestrol. Sintesis progesteron berlangsung di corpus luteum. Selain memiliki fungsi pada dinding endometrium, progesteron juga dapat bertindak sebagai precursor dari hormon sex lainnya.
      Regulasi sekresi estrogen diatur oleh hipotalamus. Seperti sudah dibahas bahwa ketika memasuki pubertas, aktivitas hipotalamus dalam mensekresikan GnRH akan meningkat. GnRH kemudian akan menstimulus kelenjar pituitary untuk mensekresikan FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing hormone). FSH berperan dalam proses pendewasaan folikel. Folikel yang semakin dewasa akan mensekresikan estrogen yang masuk ke dalam darah menyebabkan konsentrasi estrogen dalam darah meningkat. Estrogen ini mempunyai feedback negative terhadap hipotalamus dan pituitary dimana estrogen akan menghambat sekresi GnRH, FSH dan LH. Selain estrogen, inhibin yang dihasilkan oleh sel granulosa juga berperan dalam menghambat sekresi FSH. Pada kadar tertentu estrogen mempunyai feedback negative terhadap sekresi FSH dan LH, namun ketika kadar estrogen meningkat, estrogen mempunyai feedback positive terhadap sekresi LH dan menyebabkan yang namanya LH surge. LH surge ini akan menyebabkan terjadinya ovulasi pada folikel. Setelah terjadi ovulasi (luteal phase), kadar FSH dan LH dalam darah akan menurun dikarenakan tingginya kadar progesterone, estrogen dan inhibin dalam darah. Ketika corpus luteum berdegradasi, produksi progesterone akan menurun sehingga negative feedback terhadap hipotalamus berkurang dan sekresi GnRH mulai meningkat kembali.

Menopause
      Ketika memasuki menopause, ovarium menjadi kurang responsive terhadap stimulus gonadotropin dan kemudian siklus menstruasi akan menghilang. Berkurangnya sesnsitivitas ini diduga karena berkurangnya jumlah folikel primordial. Ovarium tidak lagi mensintesis estrogen yang menyebabkan negative feedback dari estrogen berkurang dan kadar FSH dan LH dalam darah meningkat.

Partus
      Ketika akan melahirkan, dinding cervix yang biasanya keras ketika sedang tidak hamil akan melunak dan dilatasi dan uterus akan berkontraksi untuk menegluarkan janin. Di dalam darah akan ditemukan kadar estrogen yang tinggi dengan tujuan agar endometrium menjadi lebih mudah distimulus. Kadar prostaglandin dalam darah ternyata juga tinggi dan prostaglandin berfungsi untuk menginduksi kontraksi uterus. Oxytocin ternyata juga mempunyai peran dalam proses melahirkan. Oxytocin bekeja dengan 2 cara, yakni merangsang otot polos uterus untuk kontraksi dan juga merangsang produksi prostaglandin. Peningkatan kadar oxytocin dalam darah dipicu oleh dilatasi cervix. Di sisi lain, progesterone berfungsi untuk menghambat kontraksi uterus dan dapat digunakan untuk mencegah terjadinya kelahiran premature.

Fungsi hormon

Ovarium
Uterus
Cervix
Vagina
Breast
FSH
Stimulus perkembangan folikel
-
-


LH
Stimulus ovulasi
-
-


Estrogen
-
Pertumbuhan endometrium
Membuat mukosa cervix menjadi tipis dan basa
Membuat  epitel bertanduk
Proliferasi duktus
Progesteron
-
Mempertahankan ketebalan dinding endometrium
Membuat mukosa cervix tebal
Sekresi mucus yang kental dan proliferasi epitel
Pertumbuhan lobules dan alveoli.

PRIA
Struktur testis
              
                                 
      Ketika dilihat di bawah mikroskop, di dalam testis ternyta ditemukan suatu struktur berbentuk saluran panjang yang bertekuk-tekuk yang terletak di dalam lobulus-lobulus. Saluran ini disebut dengan tubulus seminiferous. Di dalam lumen tubulus seminiferus terjadi suatu proses yang disebut dengan spermatogenesis, yakni memproduksi spermatozoa. Spermatozoa kemudian akan dibawa melalui tubulus rectus menuju rete testis dan kemudian disimpan dan dimatangkan di dalam epididymis. Selanjutnya sel sperma yang sudah matang akan dibawa melaui duktus deferens dan kemudian disimpan di dalam vesika semilunaris sebelum dikeluarkan melalui uretra.
      Selain ditemukan beberapa struktur dalam testis, akan ditemukan sel-sel yang memiliki peran cukup penting bagi tubuh untuk menjalankan fungsi seksual. Sel-sel ini adalah sel Sertoli dan sel interstisial Leydig. Sel Leydig berfungsi untuk meskresikan testosterone yang berfungsi dalam pematangan organ reproduksi, selain itu juga merangsang pertumbuhan seks sekunder dan spermatogenesis. Sel Sertoli berperan dalam menghasilkan MIS, membentuk blood-testis barrier, memberi nutrisi selama proses spermatogenesis berlangsug, dan juga tempat melekatnya sel-sel sperma selama spermatogenesis. Di dalam lumen tubulus seminiferus, sel sertoli menempel ke dinding lumen dan terletak berdekatan satu dengan yang lainnya. Di antara sel sertoli ini terdapat suatu struktur yang disebut dengan tight junction. Tight junction inilah yang akhirnya membentuk blood-testis barrier dikarenakan sifatnya yang semipermeable (tidak dapat ditembus zat dengan molekul besar tetapi permeable terhadap hormon-hormon steroid). Fungsi dari blood-testis barrier ini adalah untuk menjada lingkungan cairan yang terdapat di dalam lumen tubulus seminiferus yang berbeda dengan cairan interstisial.

Spermatogenesis

              
      Spermatogenesis dimulai ketika anak laki-laki mulai memasuki masa pubertas, dan dapat dibagi ke dalam 2 tahap yakni: spermasitogenesis (spermatogonium -> spermatid) dan spermiogenesis (spermatid -> spermatozoa). Proses ini dimulai dengan terjadinya pembelahan spermatogonium. Spermatogonium (46 kromosom) akan mengalami pembelahan secara mitosis terlebih dahulu. Hasil dari pembelahan mitosis ini adalah spermatogonium yang baru dan spermatosit primer (46 kromosom). Tujuan dari proses mitosis adalah agar proses spermatogenesis dapat terus berlangsung. Spermatosit primer ini kemudian akan mebelah lagi dengan cara meiosis (meiosis 1). Setelah dari meiosis 1 akan dihasilkan spermatosit sekunder (23 kromosom) dan kemudian spermatosit sekunder akan menjalakan proses meiosis 2 yang akan menghasilkan spermatid dengan jumlah kromosom akhir 23 kromosom. Spermatid kemudian akan matang dan membentuk spermatozoa. Spermatozoa yang dihasikan ini belum siap untuk melakukan fertilisasi karena belum motil. Spermatozoa yang lepas ke dalam lumen tubulus seminiferus akan dibawa ke epididymis untuk mengalami pematangan. Di dalam epididymis, CatSper (suatu channel Ca­2+ yang sensitive terhadap basa) akan diaktifkan sehingga ketika sperma masuk ke dalam vagina yang memiliki lingkungan yang lebih asam akan membuat channel ini menjadi aktif.

Feedback mechanism
      Secara keseluruhan, mekanisme feedback pada pria tidaklah jauh berbeda dengan yang ada pada wanita. Perbedaan yang terlihat hanyalah hormone yang digunakan untuk menjalan mekanisme feedback tersebut.
       Hipotalamus akan mengeluarkan GnRH untuk merangsang kelenjar pituitary mengahsilkan FSH dan LH. FSH akan merangsang sel Sertoli untuk melakukan spermatogenesis sedangkan LH akan merangsang sel Leydig untuk mengeluarkan testosterone untuk membantu proses spermatogenesis. Selain melakukan spermatogenesis, sel Sertoli ternyata juga mensekresikan hormone ihibin. Inhibin bekerja pada pagian anterior pituitary untuk menghambat sekresi FSH. Testosteron yang dihasilkan oleh sel Leydig melakukan mekanisme feedback negatif terhadap anterior pituitary dan hipotalamus, menghambat sekresi LH dan GnRH.

No comments:

Post a Comment