Seperti kita tahu
bahwa hampir semua spesies makhluk hidup
di dunia terbagi menjadi laki-laki dan perempuan (atau jantan dan betina).
Terutama untuk kelompok mamalia, penentuan gender ini tergantung pada
keberadaan sebuah kromosom yakni kromosom seks Y. Keberadaan kromosom Y ini
akan menghasilkan fenotip laki-laki. Gen-gen yang terletak dalam kromosom Y
akan menyebabkan diferensiasi seks primer antara laki-laki dan perempuan pada
saat perkembangan embriologi.
Di samping kromosom
seks, terdapat pula hormon seks yang juga memiliki peran dalam perkembangan
seks sekunder baik pada pria maupun wanita. Hormon seks yang dimaksud adalah
androgen dan estrogen. Meskipun pria dan wanita memiliki kedua hormon ini,
kadar hormon dalam tubuh mereka berbeda. Pada pria biasanya memiliki kadar
androgen yang lebih tinggi sedangkan wanita memiliki kadar estrogen yang lebih
tinggi. Selain kedua hormon ini ditemukan juga hormon progesteron baik pada
pria maupun wanita.
Kromosom
seks
Seperti sudah dibahas
sebelumnya bahwa penentu seks utama antara laki-laki dan wanita adalah kromosom
seks. Dari hasil karyotyping, akan ditemukan bahwa laki-laki memiliki kromosom
XY sedangkan pada wanita memiliki kromosom XX. Khusus pada wanita, dikarenakan
memiliki 2 kromosom X maka dengan suatu mekanisme yang belum diketahui salah
satu dari kromosom X ini akan mengecil (menjadi inaktif) dan membentuk barr
body (pada sel somatic) atau drumstick (pada PMN).
Pada kromosom seks Y
terdapat suatu area yang disebut SRY (sex-determining region of Y chromosome).
Gen SRY terletak pada ujung dari lengan pendek kromosom Y. Gen SRY mengkode
faktor transkripsi yang berperan dalam mengatur sintesis MIS (Mullerian
Inhibiting Substace). MIS inilah yang nantinya berperan dalam diferensiasi
seks. Dikarenakan letak daripada gen SRY yang terdapat diujung, pada proses
translokasi dapat terjadi kesalahan menyebabkan gen ini terbawa ke kromosom X.
Kelainan ini disebut dengan istilah XX-male syndrome, suatu keadaan dimana
seseorang memiliki fenotip laki-laki namun memiliki kromosom wanita XX.
Perkembangan
genital
Sekitar minggu ke-6,
gender daripada janin manusia masih belum dapat ditentukan. Sekitar minggu ke-7
sampai ke-8 genital janin baru mulai berkembang. Pada awalnya janin manusia
memiliki gonad dan duktus genital primordial. Gonad pada janin tersusun atas 2
bagian: korteks dan medulla. Demikian juga dengan duktus genital primordialnya,
yakni: duktus mullerian dan duktus wolfian. Pada janin laki-laki bagian medulla
dari gonad akan berkembang menjadi testis dan bagian korteksnya akan mengalami
degradasi. Sedangkan pada wanita, bagian yang berkembang adalah korteks dari
duktus membentuk ovarium dan bagian medulla akan mengalami degradasi.
Pada janin laki-laki, bagian
dari medulla akan berkembang membentuk testis dan kemudian sel Sertoli dan
Leydig akan mulai muncul dan mulai mensekresikan testosteron (sel Leydig) dan
MIS (sel Sertoli). MIS, sesuai dengan namanya, nantinya akan bekerja pada
duktus mullerian dengan menghambat pertumbuhannya dan mengalami degradasi
dengan merangsang apoptosis, sehingga pada janin laki-laki duktus yang
berkembang adalah duktus wolfian. Duktus ini nantinya akan berkembang membentuk
epididymis dan vas deferens. Testosteron yang dihasilkan sel Leydig berperan
dalam perkembangan duktus wolfian dalam membentuk epididymis dan vas deferens.
Selain itu, testosterone yang dihasilkan juga akan diubah menjadi
dihidrotestosteron (DHT) yang merangsang pertumbuhan genital eksterna.
Pertumbuhan genital eksterna ini menyebabkan tertutupnya urogenital slit dan
kemudian terbentuk penis.
Pada janin wanita,
bagian korteks yang berkembang akan membentuk ovarium. Dikarenakan ketiadaan
MIS maka duktus mullerian akan berkembang sedangkan duktus wolfian akan
mengalami degradasi. Duktus mullerian akan berkembang menjadi tuba fallopi dan
uterus. Perkembangan genital eksterna pada wanita sedikit berbeda dibandingkan
pada laki-laki. Pada wanita, bagian yang akan berkembang menjadi skrotum pada
laki-laki, akan berkembang menjadi labia mayora. Selain itu, bagian glans penis
pada laki-laki akan berkembang menjadi klitoris pada wanita, dan urogenital
slit yang menutup pada laki-laki akan tetap terbuka pada wanita.
WANITA
Pubertas
Pubertas atau adolesens
merupakan fase setelah anak-anak dan sebelum dewasa. Pada fase ini terjadi berbagai
perubahan-perubahan yang cukup drastis di dalam tubuh, baik fisik maupun
mental. Perubahan fisik pada fase ini adalah yang paling terlihat.
Perubahan-perubahan ini diperlukan untuk mempersiapkan diri wanita dalam
melakukan fertilisasi dan kehamilan. Pubertas terjadi karena adanya peningkatan
aktivitas sekresi GnRH (Gonadotropin Releasing Hormon) oleh hipotalamus. GnRH
kemudian akan merangsang kelenjar pituitary untuk mensekresikan FSH dan LH
untuk menstimulasi gonad. Pubertas tidak terjadi pada anak-anak dikarenakan
rendahnya aktivitas hipotalamus dalam mensekresikan GnRH meskipun sejak
anak-anak gonad mereka sudah dapat dirangsang oleh FSH dan LH.
Pada dasarnya, proses
pubertas ini dapat dibagi menjadi 3 fase: thelarce, pubarche, dan menarche. Fase
thelarce adalah fase dimana pertumbuhan sex sekunder mulai terlihat seperti
mulai membesarnya payudara. Fase ini diikuti dengan fase berikutnya yakni fase
pubarche. Pada fase inilah dimana terjadi pertumbuhan rambut pubis, axilla,
dsb. Fase pubertas yang terakhir adalah fase menarche dimana pada fase
merupakan terjadinya menstruasi pertama kali pada wanita. Ciri khas dari
menstruasi yang pertama ini adalah ditandai dengan tidak terjadinya ovulasi
(anovulasi) dan dapat berlangsung sampai sekitar 1 tahun pertama menarche.
Selain ketiga fase tersebut terdapat pula suatu fase yang disebut adrenarche.
Pada fase ini terjadi maturasi seksual dini yang terjadi sekitar umur 8-12
tahun. Maturitas dini ini terjadi karena peningkatan sekresi androgen (DHEA)
dari ginjal karena pertumbuhan zona retikularis.
Menstruasi
Siklus menstruasi
normalnya terjadi sekitar 28 hari namun dapat bervariasi pada setiap orang
dengan kisaran 21-35 hari. Siklus menstruasi dapat dibagi menjadi 2 siklus:
siklus ovarium dan siklus uterine. Pada siklus ovarium yang dilihat adalah perkembangan daripada folikel di
dalam ovarium. Pada saat masih janin, wanita mempunyai sekitar 7 juta folikel
primordial di dalam ovariumnya yang kemudian mengalami atrisi hingga tersisa
sekitar 2 juta folikel primordial saat lahir. Dari 2 juta folikel primordial
ini, sekitar 50% mengalami atrisi kembali dan sisanya 1 juta folikel primordial
akan mengalami meiosis 1 namun terhenti di fase profase dan kemudian baru
berlanjut ketika pubertas.
Ketika memasuki
pubertas, folikel primordial akan mengalami pembesaran dan kemudian membentuk
yang disebut dengan folikel primer. Saat terbentuk folikel primer, sel-sel
folikel akan membentuk lapisan-lapisan yang membungkus folikel. Lapisan ini
disebut dengan theca folliculi. Lapisan theca ini dibagi menjadi 2: theca
interna dan theca eksterna. Ketika sudah memiliki lapisan theca maka folikel
akan disebut dengan istilah folikel sekunder. Selain lapisan theca, pada
folikel sekunder juga mulai tampak adanya zona pellucida yang mengelilingi
oosit. Setelah ini, di dalam folikel mulai terbentuk ruangan yang disebut
dengan antrum. Selain itu terdapat pula sel-sel granulosa di sekitarnya.
Sel-sel granulosa ini kemudian akan mengelilingi oosit beserta zona
pellucidanya membentuk corona radiate. Pada tahap ini folikel disebut dengan
folikel tersier. Setelah dari folikel tersier, folikel akan berkembanga lagi
menjadi folikel de Graaf dimana oosit akan keluar dari folikel yang disebut
dengan peristiwa ovulasi. Dari fase folikel primordial sampai fase folikel de
Graaf, oosit yang terdapat di dalamnya disebut dengan oosit 1. Selama proses
perkembangan folikel, oosit 1 akan melanjutkan proses meiosisnya yang sempat
terhenti dan menyelesaikan tahap meiosis 1 tepat sebelum terjadi ovulasi. Dari
meiosis 1 akan didapatkan 2 sel oosit yang memiliki 23 kromosom (haploid),
namun salah satunya akan mengalami degradasi dan membentuk polar body yang
pertama sedangkan oosit yang lainnya akan keluar dan disebut dengan oosit 2.
Oosit 2 ini akan melanjutkan stadium meiosis 2 namun terhenti sampai fase
metaphase dimana nantinya akan dilanjutkan setelah terjadi fertilisasi dan
kemudian akan membentuk polar body yang kedua. Folikel de Graaf yang sudah
pecah akan mengkerut dan kemudian membentuk corpus hemorrhagicum yang
selanjutkannya akan menjadi corpus luteum yang kaya akan lemak. Fase folikuler
berhenti sampai di sini dan selanjutnya dilanjutkan dengan fase luteal. Dalam
fase luteal, corpus luteum berfungsi untuk mensekresikan progesteron untuk
menjaga ketebalan endometrium. Corpus luteum hanya akan bertahan sampai 4 hari
sebelum terjadi menstruasi. Jika tidak terjadi kehamilan corpus luteum kemudian
mengalami degenerasi membentuk corpus albicans. Perbedaan lamanya siklus
menstruasi pada setiap orang disebabkan karena perbedaan lamanya fase folikuler
tadi namun fase luteal akan tetap sama yakni 14 hari.
Fase uterina dilihat
dari perkembangan ketebalan dinding rahim. Endometrium dibagi menjadi 2 lapis:
stratum functionale dan stratum basale. Ketika terjadi menstruasi, bagian
stratum functionale lah yang akan meluruh dan keluar sedangkan bagian stratum
basale akan tetap menempel. Stratum functionale diperdarahi oleh coiled artery
dan stratum functionale diperdarahi oleh basilar artery. Ketika folikel
berkembang di dalam ovarium, hormon estrogen mulai mengalami peningkatan.
Hormon estrogen ini merangsang penebalan stratum fucntionale yand diikuti
dengan pertumbuhan kelenjar uterina dan coiled artery. Proses ini disebut
dengan fase proliferative. Ketika terjadi ovulasi, kadar hormon estrogen dalam
darah akan menurun dan corpus luteum akan mengeluarkan progesteron. Progesteron
ini berfungsi untuk mempertahankan ketebalan endometrium agar ketika terjadi
pembuahan zigot dapat melakukan implantasi. Pada fase ini, kelenjar uterina
yang tadi sudah memanjang akan mulai mengeluarkan sekretnya. Fase inilah yang
disebut dengan fase sekretori. Ketika corpus luteum mulai mengalami degenerasi
maka kadar progesteron dalam darah akan turun dan tidak dapat mempertahankan
ketebalan endometrium lagi. Coiled artery akan terjepit dan terjadi pendarahan.
Karena endometrium sudah tidak dapat mempertahankan ketebalannya lagi maka
endometrium akan luruh bersama dengan darah dari coiled artery dan keluar dari
vagina yang dinamai dengan menstruasi.
Sintesis
dan regulasi hormon
Seperti kita tahu bahwa
seluruh hormon seks tergolong ke dalam golongan hormon steroid. Hormon sex
disintesis dari kolestrol yang terdapat dalam tubuh. Hormon seks yang dibahas disini adalah androgen,
estrogen dan progesteron.
Kolestrol akan diambil
oleh sel theca interna folikel untuk diubah menjadi androgen (androstenedione).
Hormon androgen ini kemudian akan dibawa ke sel granulosa untuk kemudian diubah
menjadi estrogen dengan cara melakukan aromatisasi hormone androgen dengan
bantuan enzim aromatase. Estrogen yang terbentuk antara lain estradiol,
estriol, dan estrone dimana estradiol merupakan hormon estrogen yang paling
kuat, estrone yang kedua dan estriol yang paling lemah. Progesteron juga
disintesis dari kolestrol. Sintesis progesteron berlangsung di corpus luteum.
Selain memiliki fungsi pada dinding endometrium, progesteron juga dapat
bertindak sebagai precursor dari hormon sex lainnya.
Regulasi sekresi estrogen
diatur oleh hipotalamus. Seperti sudah dibahas bahwa ketika memasuki pubertas,
aktivitas hipotalamus dalam mensekresikan GnRH akan meningkat. GnRH kemudian
akan menstimulus kelenjar pituitary untuk mensekresikan FSH (Follicle
Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing hormone). FSH berperan dalam proses
pendewasaan folikel. Folikel yang semakin dewasa akan mensekresikan estrogen
yang masuk ke dalam darah menyebabkan konsentrasi estrogen dalam darah
meningkat. Estrogen ini mempunyai feedback negative terhadap hipotalamus dan pituitary
dimana estrogen akan menghambat sekresi GnRH, FSH dan LH. Selain estrogen,
inhibin yang dihasilkan oleh sel granulosa juga berperan dalam menghambat
sekresi FSH. Pada kadar tertentu estrogen mempunyai feedback negative terhadap
sekresi FSH dan LH, namun ketika kadar estrogen meningkat, estrogen mempunyai
feedback positive terhadap sekresi LH dan menyebabkan yang namanya LH surge. LH
surge ini akan menyebabkan terjadinya ovulasi pada folikel. Setelah terjadi
ovulasi (luteal phase), kadar FSH dan LH dalam darah akan menurun dikarenakan
tingginya kadar progesterone, estrogen dan inhibin dalam darah. Ketika corpus
luteum berdegradasi, produksi progesterone akan menurun sehingga negative
feedback terhadap hipotalamus berkurang dan sekresi GnRH mulai meningkat
kembali.
Menopause
Ketika memasuki
menopause, ovarium menjadi kurang responsive terhadap stimulus gonadotropin dan
kemudian siklus menstruasi akan menghilang. Berkurangnya sesnsitivitas ini
diduga karena berkurangnya jumlah folikel primordial. Ovarium tidak lagi
mensintesis estrogen yang menyebabkan negative feedback dari estrogen berkurang
dan kadar FSH dan LH dalam darah meningkat.
Partus
Ketika akan melahirkan,
dinding cervix yang biasanya keras ketika sedang tidak hamil akan melunak dan
dilatasi dan uterus akan berkontraksi untuk menegluarkan janin. Di dalam darah
akan ditemukan kadar estrogen yang tinggi dengan tujuan agar endometrium
menjadi lebih mudah distimulus. Kadar prostaglandin dalam darah ternyata juga
tinggi dan prostaglandin berfungsi untuk menginduksi kontraksi uterus. Oxytocin
ternyata juga mempunyai peran dalam proses melahirkan. Oxytocin bekeja dengan 2
cara, yakni merangsang otot polos uterus untuk kontraksi dan juga merangsang
produksi prostaglandin. Peningkatan kadar oxytocin dalam darah dipicu oleh
dilatasi cervix. Di sisi lain, progesterone berfungsi untuk menghambat
kontraksi uterus dan dapat digunakan untuk mencegah terjadinya kelahiran
premature.
Fungsi
hormon
Ovarium
|
Uterus
|
Cervix
|
Vagina
|
Breast
|
|
FSH
|
Stimulus perkembangan folikel
|
-
|
-
|
||
LH
|
Stimulus ovulasi
|
-
|
-
|
||
Estrogen
|
-
|
Pertumbuhan endometrium
|
Membuat mukosa cervix menjadi tipis dan basa
|
Membuat
epitel bertanduk
|
Proliferasi duktus
|
Progesteron
|
-
|
Mempertahankan ketebalan dinding endometrium
|
Membuat mukosa cervix tebal
|
Sekresi mucus yang kental dan proliferasi
epitel
|
Pertumbuhan lobules dan alveoli.
|
PRIA
Struktur testis
Ketika dilihat di bawah
mikroskop, di dalam testis ternyta ditemukan suatu struktur berbentuk saluran
panjang yang bertekuk-tekuk yang terletak di dalam lobulus-lobulus. Saluran ini
disebut dengan tubulus seminiferous. Di dalam lumen tubulus seminiferus terjadi
suatu proses yang disebut dengan spermatogenesis, yakni memproduksi
spermatozoa. Spermatozoa kemudian akan dibawa melalui tubulus rectus menuju
rete testis dan kemudian disimpan dan dimatangkan di dalam epididymis.
Selanjutnya sel sperma yang sudah matang akan dibawa melaui duktus deferens dan
kemudian disimpan di dalam vesika semilunaris sebelum dikeluarkan melalui
uretra.
Selain ditemukan
beberapa struktur dalam testis, akan ditemukan sel-sel yang memiliki peran
cukup penting bagi tubuh untuk menjalankan fungsi seksual. Sel-sel ini adalah
sel Sertoli dan sel interstisial Leydig. Sel Leydig berfungsi untuk meskresikan
testosterone yang berfungsi dalam pematangan organ reproduksi, selain itu juga
merangsang pertumbuhan seks sekunder dan spermatogenesis. Sel Sertoli berperan
dalam menghasilkan MIS, membentuk blood-testis barrier, memberi nutrisi selama
proses spermatogenesis berlangsug, dan juga tempat melekatnya sel-sel sperma
selama spermatogenesis. Di dalam lumen tubulus seminiferus, sel sertoli menempel
ke dinding lumen dan terletak berdekatan satu dengan yang lainnya. Di antara
sel sertoli ini terdapat suatu struktur yang disebut dengan tight junction.
Tight junction inilah yang akhirnya membentuk blood-testis barrier dikarenakan
sifatnya yang semipermeable (tidak dapat ditembus zat dengan molekul besar
tetapi permeable terhadap hormon-hormon steroid). Fungsi dari blood-testis
barrier ini adalah untuk menjada lingkungan cairan yang terdapat di dalam lumen
tubulus seminiferus yang berbeda dengan cairan interstisial.
Spermatogenesis
Spermatogenesis dimulai
ketika anak laki-laki mulai memasuki masa pubertas, dan dapat dibagi ke dalam 2
tahap yakni: spermasitogenesis (spermatogonium -> spermatid) dan
spermiogenesis (spermatid -> spermatozoa). Proses ini dimulai dengan
terjadinya pembelahan spermatogonium. Spermatogonium (46 kromosom) akan
mengalami pembelahan secara mitosis terlebih dahulu. Hasil dari pembelahan
mitosis ini adalah spermatogonium yang baru dan spermatosit primer (46
kromosom). Tujuan dari proses mitosis adalah agar proses spermatogenesis dapat
terus berlangsung. Spermatosit primer ini kemudian akan mebelah lagi dengan
cara meiosis (meiosis 1). Setelah dari meiosis 1 akan dihasilkan spermatosit
sekunder (23 kromosom) dan kemudian spermatosit sekunder akan menjalakan proses
meiosis 2 yang akan menghasilkan spermatid dengan jumlah kromosom akhir 23
kromosom. Spermatid kemudian akan matang dan membentuk spermatozoa. Spermatozoa
yang dihasikan ini belum siap untuk melakukan fertilisasi karena belum motil.
Spermatozoa yang lepas ke dalam lumen tubulus seminiferus akan dibawa ke
epididymis untuk mengalami pematangan. Di dalam epididymis, CatSper (suatu
channel Ca2+ yang sensitive terhadap basa) akan
diaktifkan sehingga ketika sperma masuk ke dalam vagina yang memiliki
lingkungan yang lebih asam akan membuat channel ini menjadi aktif.
Feedback mechanism
Secara keseluruhan, mekanisme feedback pada pria
tidaklah jauh berbeda dengan yang ada pada wanita. Perbedaan yang terlihat
hanyalah hormone yang digunakan untuk menjalan mekanisme feedback tersebut.
Hipotalamus akan
mengeluarkan GnRH untuk merangsang kelenjar pituitary mengahsilkan FSH dan LH.
FSH akan merangsang sel Sertoli untuk melakukan spermatogenesis sedangkan LH
akan merangsang sel Leydig untuk mengeluarkan testosterone untuk membantu
proses spermatogenesis. Selain melakukan spermatogenesis, sel Sertoli ternyata
juga mensekresikan hormone ihibin. Inhibin bekerja pada pagian anterior
pituitary untuk menghambat sekresi FSH. Testosteron yang dihasilkan oleh sel
Leydig melakukan mekanisme feedback negatif terhadap anterior pituitary dan
hipotalamus, menghambat sekresi LH dan GnRH.
No comments:
Post a Comment